Kamis, 16 Mei 2013

Marsinah, Simbolisme Perjuangan Buruh yang Terlupakan

http://satelitnews.co/2013/05/01/marsinah-simbol-perjuangan-buruh-yang-terlupakan/

20 Tahun Tragedi Marsinah :
Simbolisme Perjuangan Buruh yang Terlupakan

oleh : Ike Desi Florina 

Siapa yang tak kenal Marsinah? Seorang aktivis buruh yang dianggap sebagai Pahlawan Buruh oleh kaumnya. Membaca Marsinah, seperti membuka luka lama mengenai tragedi kemanusiaan pada Mei tahun 1993 silam. Sebuah aksi unjuk rasa buruh pada PT. Catur Putra Surya (CPS) perusahaan jam tangan di Sidoarjo 3-4 Mei 1993, berujung pada tewasnya Marsinah secara tidak wajar dengan luka penganiayaan yang cukup berat.

Pemogokan dan unjuk rasa para buruh karyawan CPS bermula dari surat edaran Gubernur Jawa Timur No. 50/Th. 1992, berisi himbauan kepada pengusaha agar menaikkan kesejahteraan karyawan dengan kenaikan gaji sebesar 20% gaji pokok. Sayang, imbauan tersebut tidak digubris oleh PT. CPS hingga akhirnya terjadi unjuk rasa tegang antara buruh PT. CPS dengan pihak manajemen pabrik, yang juga melibatkan anggota militer. Diduga, Marsinah menjadi korban pembunuhan berkaitan dengan unjuk rasa tersebut.

Kematiannya yang ganjil hingga proses peradilan yang terkesan direkayasa oleh penguasa, senyatanya menorehkan luka banyak pihak. Sekalipun dikemudian waktu, kasasi Mahkamah Agung menyatakan putusan bebas murni terhadap para terdakwa dalam Kasus Marsinah, namun hingga kini tidak menghasilkan sebuah keputusan final mengenai siapa sesungguhnya yang bertanggungjawab atas kematian Marsinah. 

Persoalan buruh lahir bersama seiring dengan munculnya industrialisasi dalam sebuah masyarakat. Karl Marx, seorang sosialis melontarkan gagasan tentang solusi permasalahan perburuhan dalam masyarakat kapitalis. Menurutnya mengeluarkan buruh dari eksploitasi dan penindasan hanya bisa terjadi melalui revolusi. Melalui revolusilah pertentangan kelas, antara kaum borjuis atau pemilik alat produksi dengan kaum proletar atau kaum buruh akan terselesaikan. Gagasan perubahan Marx dipusatkan pada peningkatan kelayakan hidup kaum proletar, agar lebih mempunyai kesempatan dalam memperoleh kewenangan hidup. 

Meskipun hingga kini kesejahteraan kaum buruh belum tercapai, namun tidak pernah sekalipun mereka lelah memperjuangkan apa yang seharusnya menjadi haknya. Seperti kenaikan Upah Minimum Regional (UMR), perbaikan kesejahteraan, penghapusan sistem alih daya (outsourcing), hingga perubahan peraturan pemerintah yang tidak mendukung masyarakat miskin dan kaum buruh. 



Simbolisme
Sebuah kesepakatan bersama bagi kaum buruh diseluruh Indonesia menyematkan Marsinah sebagai Pahlawan Buruh. Marsinah merupakan simbol kebangkitan buruh melawan represi dan kesewenangan penguasa kala itu. Simbol perjuangan buruh guna mendapatkan hak, memperbaiki kesejahteraan dan meningkatkan kualitas hidupnya. 

Meski ia telah tiada, bahkan dua puluh tahun telah lewat tanpa pengungkapan kematiannya. Akan tetapi perjuangannya tetap kuat dan mengakar, tersimbolkan oleh semangat dan keberaniannya yang kini diteruskan oleh rekan-rekannya sepanjang masa. 

Disini, sosok Marsinah merepresentasikan sebuah rasa senasib seperjuangan dan niat kuat para buruh. Telah disepakati bersama menjadi simbol perjuangan buruh melawan ketidakadilan. Sebuah identifikasi identitas akan sebuah sikap, rasa dan makna keadilan terbentuk bersama bagi seluruh buruh di Indonesia, sehingga tak heran jika setiap tahunnya kaum buruh selalu menyuarakan haknya serta menunutut keadilan bagi pahlawan mereka. 
Tanpa jeda, kekuatan kaum buruh terus menguat. Dibuktikan pada Peringatan Hari Buruh (Mayday) 1 Mei 2013 ini, sekitar 200 ribu buruh akan bergerak kembali secara serempak dalam upaya menyalurkan asipirasi dan menagih janji kepada para penguasa.

Terlupakan
Pada tahun ini, genap dua puluh tahun keadilan bagi Marsinah tidak kunjung terungkap. Menurut peraturan yang berlaku pada hukum di Indonesia, pengungkapan kasus pembunuhan memiliki kadarluwarsa penyelesaian kasus selama dua puluh tahun. Itu artinya sebuah tragedi kemanusiaan dan pertanyaan besar siapa yang bertanggungjawab atas kematian Marsinah, tidak akan terjawab karena kasus akan ditutup. 
Penguasa terkesan membiarkan apa yang telah terjadi di masa lalu dan menjadi luka yang terus menganga. Padahal banyak pihak telah berusaha menjadikan kasus Marsinah sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia. Artinya, sebuah kasus pelanggaran HAM  tidak memiliki kadarluwarsa. Organisasi buruh internasional melalui ILO pun senantiasa menuntut pemerintah RI untuk tetap berupaya mengusut tuntas Kasus Marsinah yang dalam catatan ILO disebut dengan kasus 1713.

Pemerintah RI mulai berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus Marsinah pada saat pemerintahan era Presiden Abdurrahman Wahid dengan perintah agar melakukan penyelidikan dan penyidikan lanjutan guna mengungkap dan menuntaskan Kasus Marsinah. Dilanjutkan pada saat pemerintahan era Presiden Megawati Soekarno Putri yang juga memiliki komitmen yang sama. Namun, sampai pemerintahan saat ini pun kasus Marsinah belum terungkap.



_Ike Desi Florina, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Sebelas Maret. Bertempat tinggal di Purwokerto_ 

* Terbit 01 Mei 2013, pada kolom  Public Service - Satelit Post. Purwokerto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar