Manusia Langit
J.A Sonjaya
Novel “Manusia Langit”, karangan Sonjaya ini berbicara
mengenai suku pedalaman di Kepulauan Nias (suku Banuaha), namun dibungkus
dengan cerita kehidupan manusia. Mulai
dari perdebatan ego, harga diri hingga kisah romantika yang cukup menarik.
Alur cerita mudah dipahami. Tutur bahasa yang digunakan pun
sederhana, namun penuh makna. Pengarang dengan pengalamannya sebagai dosen yang
telah banyak turun ke lapangan langsung memiliki karakter tersendiri dalam penulisannya.
Ia menggabungkan antara fiksi dan realitas yang ditemukannya.
Ketika membaca novel ini, saya sangat terkejut dengan realitas
apa yang dihadirkan oleh pengarang, khususnya adat suku Banuaha. Suku yang
menetap jauh dari pusat kota, membangun kehidupannya sendiri dengan adat yang
dijunjung penuh. Bagaimana sebuah harga diri karena ‘tuntutan’ adat menjadi
begitu mahal. Tak ayal pengarang mencoba menganalogikan kondisi tersebut dengan
kondisi yang sering ia terima di kota, sebuah status sosial harus dicari dengan
pengorbanan ekonomi yang tidak sedikit.
Sebuah aturan adat yang tidak tertulis mengatur kehidupan
suku Banuaha dengan sangat ketat, namun sangat dipatuhi dan dihormati. Berbeda
dengan (lagi-lagi pengarang membandingkan dengan realitas) kota yang banyak sekali aturan tertulis namun
berakhir dengan pelanggaran oleh ‘kaumnya’.
“Aturan dibuat untuk dilanggar,” batin saya tersenyum miris
Belum lagi, mahalnya sosok perempuan di Banuaha. Saya tak
bisa bayangkan berapa total ‘harga’ seorang perempuan, yang dihitung mulai dari
ujung rambut hingga ujung kaki. Hal tersebut menjadikan kesulitan bagi pria
Banuaha yang ingin meminangnya.
Ironisnya setelah perhelatan pesta yang besar serta ‘pembelian’
perempuan –dengan nilai adat dan ekonomi yang cukup besar- pada suku Banuaha, perempuan
seakan hanya dipakai untuk urusan domestic. Mulai dari memasak, memberi makan hewan
peliharaan (umumnya babi), meladang hingga urusan melayani ‘kewajiban’ seorang
istri. Semua dilakukan perempuan diterima tanpa sedikitpun mengeluh. Dari mulai
fajar menyongsong hingga kembali keperaduannya, perempuan di Banuaha bekerja
dengan seluruh tenaga dan pikirannya.
Terlepas dari itu semua, sebuah kisah romantic membumbui
keseluruhan cerita, tanpa harus penuh menghadirkan sosok wanita yang dicintai tokoh
utama. Namun karena kekasih hatinya pula, sang tokoh belajar mengenai kehidupan
ini. Tokoh utama belajar menerima sebuah kehidupan melalui kisah perjalanan
hidupnya, melalui pertemuan dengan kekasih, melalui pemaknaan hidup yang penuh
bijak dari sosok yang sangat bijak dan ia hormati.
----------------------------------------------------------------------------------------------
Sebuah kehidupan akan dimaknai, ketika kita sudah melalui
proses panjang…
kehidupan kita akan dipahami dan sadari, ketika kita bisa
bercermin pada kehidupan lainnya…
-Solo, 101112-
----------------------------------------------------------------------------------------------
----------------------------------------------------------------------------------------------
Kutipan novel Manusia Langit :
“Kian dalam aku berpikir kian dalam aku menyadari bahwa
aku ternyata tidak hidup sendiri. Aku telah terikat pada jarring, baik yang
dipintal orang lain maupun yang dipintal sendiri. ‘Akankah aku membiarkan diri
terikat dan terantung pada jarring itu terus?”
“… banyak sekali alasan dibalik tindakan seseorang, dan
alasan itu tidak selalu gampang kita pahami karena manusia dikendalikan oleh
aturan yang sangat rumit.”
“… itulah hidup. Seringkali kita berusaha menjunjung harga
diri setinggi-tingginya meski dalam beberapa hal harga diri membelenggu kita,
membuat kita tidak bebas.”
“Ya, semua yang ada didunia ini tak ada yang kekal, pasti
berubah.”
Negosiasi merupakan proses interaksi dimana setiap orang
berusaha menegaskan, mengubah, mempertentangkan atau mendukung citra diri yang
diinginkan.
Inilah uniknya identitas.Ia dipaksa untuk tampak agar
orang-oran didalamnya bisa dibedakan dengan orang lain.
“Ternyata beda melihat dunia kita dengan mata lelah dan
mata jernih”.
“”Ternyata beda melihat kenyataan di hadapan kita dengan
perasaan marah dan cinta kasih”.