Catatan 1.
Dalam penelitian saya terdahulu
mengenai represi buruh pada masa Orde Baru memang jelas terlihat penyiksaan
secara fisik dialami para buruh tersebut. Saat ini bahkan sudah lewat apa yang
dinamakan reformasi, namun kenyataannya
para buruh masih mengalami sebuah bentuk represi! Yakni dengan ketidaksadaaran
pemilik modal akan sebuah hak-hak dasar yang dimiliki manusia untuk hidup. Para
buruh berjuang demi sebuah kehidupan, mereka hanya menuntut hak-hak nya
dipenuhi, disesuaikan dengan kebutuhan hidupnya.
Wahai para pemilik modal, tidak
kah kau tahu apa makna filosofi ungkapan : “Bayarlah upah buruh sebelum
keringatnya mengering!” ?
Sebuah ungkapan yang maknya cukup
simple : ada HAK buruh yang wajib terpenuhi oleh pemilik modal !
Hak dan kewajiban bukan lagi
sesuatu yang perlu digembor-gembor lagi, sebagai manusia dewasa tentunya kita
harus sadar apa hak dan kewajiban masing-masing. Begitupula dengan para buruh
yang sudah mengerjakan kewajibannya, kini saatnya hak mereka dipenuhi. Keringat mereka telah bercucuran, “jika satu
tetes keringat saja tidak ‘dibayar’, apa yang terjadi? “Jika sebuah usaha
mereka tidak dihargai, apa yang terjadi?”
Pantang mundur gerakan
buruh! Suarakan HAK dan bangkitkan
semangat juang!
-Selamat Hari Buruh-
(1 Mei 2016)
Catatan 2.
Berbicara tentang buruh pada
tulisan terdahulu, melalui ungkapan penuh makna “Bayarlah upah buruh sebelum
keringatnya mengering!”, seharusnya hal tersebut tidak hanya diketahui oleh
para pemilik modal, melainkan para otoriter yang berada diatas sana.
Seorang anak sekarang yang sok
kritis terasa jengah ketika ada yang berkata “ini bukan lagi zaman buruh, yang
harus bekerja dulu baru di bayar!”
Lantas anak itu menjawab:
“Hellooooowwww justru sekarang bukan lagi saatnya minta bayaran tanpa bekerja!
Semua usaha ada timbal baliknya dooonk?!
Benar dooonk apa kata anak itu!
Sekarang jamannya berusaha dulu baru meminta haknya, jika masih ada yang
berpikir sebaliknya dengan berbagai
alasan, itu berarti dia tidak mengerti pasal hak dan kewajiban. Sekalipun dengan dalih ‘memegang
tanggungjawab lebih besar’, bukan berarti dia seenaknya meminta hak yang bukan
dari hasil tanggungjawab semestinya.
Sayangnya sedari kecil anak itu
diajarkan untuk mendapatkan haknya setelah melaksanakan kewajiban. Jadi kalau
mau diteruskan si anak sekarang yang sok kritis itu akan melanjutkan ”oh jadi kamu
inginnya ongkang-ongkang kaki saja namun tetap mendapat bayaran?!, sementara
yang lain harus bekerja dulu tuk mendapatkan haknya!
“Sadaar doonk! Masih banyak yang
berhak atas kerja kerasnya, bukan hanya meminta saja!”,,,
“Hadeeeeehhh!”, mungkin itu ungkapan
kekesalannya yang mentok baginya...
Ah, sudahlah,,, matahari hendak
bangun dari peraduannya,, pekerjaan ku pun menjadi terlewatkan hanya karena
mengingat peristiwa yang diceritakan anak sekarang yang sok kritis itu... so
kembali ke kewajibanku duluuuuu... bye!
(malamsebelasmeiduaribuenambelas)